Polemik Penunjukan Pj Kades Tamainusi: BPD Tolak Keras, Ancam RDP dan Laporan ke Gubernur!
Morut Pelopornews – Penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Desa Tamainusi, Kecamatan Soyojaya, Kabupaten Morowali Utara (Morut), memicu kontroversi besar. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tamainusi secara tegas menolak Surat Keputusan (SK) Bupati Morut, menyebut prosesnya ilegal dan mengabaikan aspirasi warga. Ketua BPD, Abidin, menyatakan, “Dalam persoalan ini, kami BPD tidak pernah dilibatkan atau didengarkan aspirasi kami terkait pengangkatan penjabat kades, sementara ada pasal yang jelas mengaturnya,” mengingat Perda Morowali Utara Nomor 11 Tahun 2015, Pasal 78 ayat 3.
Kejanggalan semakin terlihat dengan perbedaan perlakuan terhadap Desa Tandoyondo, yang masa jabatan kadesnya juga berakhir April 2025, namun tak mendapat Pj Kades. Abidin menilai, “Sikap ini terlihat janggal dan menunjukkan ketidakkonsistenan Pemda Morut.” Lebih lanjut, ia mempertanyakan legalitas SK yang belum diterima resmi oleh BPD, serta belum adanya pelantikan atau serah terima jabatan formal. Abidin juga menegaskan bahwa Kades definitif, Ahlis, belum diberhentikan secara resmi, meskipun masa jabatannya berakhir April 2025, mengingat adanya aturan perpanjangan dua tahun. “Dengan adanya aturan perpanjangan dua tahun bagi kepala desa, seharusnya saudara Ahlis masih menjabat. Apalagi belum ada pemberhentian resmi,” tegas Abidin.
Ancaman konflik sosial membayangi Tamainusi. BPD mendesak Bupati segera mengaktifkan kembali Kades Ahlis, atau mereka akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan RDP ke DPRD Morut dan melapor ke Gubernur Sulawesi Tengah.
Camat Soyojaya, Yan Berkat Harimi, membenarkan pengusulan Pj karena masa jabatan Kades Ahlis telah berakhir. Ia menjelaskan, “Supaya tidak terjadi kekosongan pelayanan, kami diminta membuat usulan. SK dari Bupati kami terima baru beberapa hari lalu, meskipun ditandatangani sejak 26 Mei. Kurang lebih satu bulan tertahan di Dinas PMD.” Namun, ia menyarankan jalur hukum bagi pihak yang keberatan. “Kami hanya menjalankan perintah sesuai SK. Kalau keberatan, silakan ajukan ke PTUN,” tegasnya.
Polemik ini mengungkap kekurangan koordinasi dan transparansi pemerintahan desa Morut, berpotensi mengikis kepercayaan publik. (*)



