Skandal Parumpanai : Dua ukuran keadilan di hutan cagar alam
Malili Pelopornews.info – Kasus sengketa lahan di Cagar Alam Parumpanai, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menimbulkan pertanyaan serius tentang keadilan dan penegakan hukum. Dua peristiwa hukum yang berbeda, namun melibatkan objek yang sama, memunculkan dugaan praktik tebang pilih dalam pemberian sanksi.
Di satu sisi, Pengadilan Negeri Malili akan mengeksekusi putusan Nomor 16/Pdt.Gi/2021/PN.Mli yang telah berkekuatan hukum tetap (melalui putusan Pengadilan Tinggi Makassar dan Mahkamah Agung). Putusan ini melibatkan Baso (pemohon eksekusi) melawan Russeng, dkk (termohon eksekusi). Permohonan bantuan pengamanan eksekusi kepada Polres Luwu Timur di Malili pun telah diajukan.
Di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sulawesi telah menetapkan tersangka AB (49) atas kasus pembukaan lahan ilegal di lokasi yang sama pada tahun 2023. AB, yang tinggal di Dusun Roroi, Desa Parumpanai, diduga menjadi pemodal dalam aktivitas ilegal tersebut. Penindakan ini merupakan hasil operasi gabungan Balai Gakkum Sulawesi dan Sub Den Pom XIV/1-3 Palopo, menyusul laporan masyarakat tentang aktivitas alat berat di kawasan cagar alam.
Perbedaan perlakuan hukum ini menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat. Bagaimana mungkin dua kasus dengan objek yang sama—kawasan Cagar Alam Parumpanai—mendapat perlakuan hukum yang sangat berbeda? Pertanyaan ini mendesak pemerintah dan penegak hukum untuk memberikan penjelasan transparan dan akuntabel. Kepercayaan publik terhadap keadilan akan tergerus jika dugaan praktik tebang pilih ini dibiarkan tanpa klarifikasi yang memadai. Transparansi dan konsistensi dalam penegakan hukum sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keadilan di Luwu Timur.
Sekilas tentang Cagar Alam Pegunungan Parumpanai
Cagar alam ini terletak Luwu, Sulawesi Selatan. Luasnya 90.000,00 hektare. Secara admnistratif cagar alam ini terletak di wilayah Kabupaten Luwu Timur.
Sejarah panjang mengiringi cagar alam ini, pertama berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 274/Kpts/Um/4/79, 24 April 1979.
Dan pada tahun 1997 ditunjuk menjadi kawasan hutan berdasarkan SK. Mentan No. : 45/Kpts/ Um/1/1978 tanggal 25 Jan 1978.
Kemudian menjadi kawasan konservasi dengan keluarnya SK. Mentan No. 274/Kpts/Um/4/1979 tanggal 24 April 1979. Luasnya kurang lebih 90.000 ha.
Lalu pada tahun 2014 berdasarkan Kepmenhut No. SK. 6590/Menhut-VII/KUH/2014 tgl 28 Oktober 2014 seluas 90.931,63 ha. Ditetapkan menjadi kawasan konservasi dengan fungsi cagar alam.
Cagar alam ini terdiri dari areal rawa hingga tanah kering dan lapangan yang berbatu cadas. Parumpanai memiliki topografi mulai dari datar, berombak berbukit-bukit hingga bergunung. Di beberapa bagian kawasan terdapat tebing-tebing yang berbatu dan terjal.
Cagar alam ini memiliki potensi ekosistem berupa hutan hujan tropis pegunungan bawah dan hutan hujan tropis pegunungan atas, hutan rawa air tawar, hutan pamah primer.
Sementara untuk potensi floranya cukup banyak, di antaranya jambu-jambu, pakis, paku hutan, rumah semut, paku layang, sarre, cina-cina, damar, uru, cempaka, kenanga, ponto, polio, kule, kenduruan, waru sirih, muntura, dengen/bolusu, kayu ledang, pude, kayu sanru, manggis hutan, bayur, , kelumpang, durian, salin-salin, terap, hingga beringin.
( Hasil Investigasi Tim Pelopornews )